MENJADI PELAYAN SEJATI
Thursday, 9 February 2017
0
komentar
Oleh: Muhbib Abdul Wahab
Suatu ketika, Fatimah az-Zahra, putri Rasulullah SAW, merasakan
lelahnya mengurus rumah tangga. Setiap hari ia harus menyiapkan makanan
dan segala keperluan dan kebutuhan rumah tangga untuk suami dan
anak-anaknya. Mulai dari mencuci pakaian, membuat tepung dan roti,
hingga membersihkan rumah sehingga badannya tampak lebih kurus dari
biasanya.
Untuk meringankan beban, Fatimah bermaksud mencari seorang pembantu
yang mau bekerja di rumahnya. Fatimah mendengar berita bahwa Rasulullah
mempunyai beberapa orang tawanan perang. Dia dan suaminya Ali bin Abi
Thalib RA menemui Rasul dengan maksud meminta salah seorang dari mereka
untuk menjadi pelayannya.
Rasul menolak permintaannya dan kepada keduanya beliau menyatakan,
“Bagaimana aku akan memberimu seorang pelayan, sementara Ahlus suffah
(para sufi yang tinggal di masjid Nabawi) sedang kelaparan dan aku belum
tahu makanan apa yang harus aku hidangkan buat mereka. Namun demikian,
aku tunjukkan kepada kalian berdua sesuatu yang lebih baik dari memiliki
pelayan. Engkau menyebut subhanallah 33 kali, alhamdulillah 33 kali,
dan Allahu Akbar 33 kali selepas shalat itu jauh lebih baik daripada
engkau memiliki seorang pelayan.” Sejak mendengar nasihat Rasul
tersebut, Ali bin Abi Thalib tidak pernah meninggalkan zikir dan wirid
tersebut.
Kisah tersebut mengingatkan kita pada tiga hal. Pertama, larangan
memanjakan diri secara berlebihan. Sebaliknya, setiap orang harus mampu
mengurus diri sendiri dan rumah tangganya. Rasul SAW tidak ingin
putrinya itu bergantung kepada orang lain, selagi mampu melayani diri
sendiri.
Pendidikan kemandirian ini sekaligus menanamkan sifat dedikatif untuk
mau melayani orang lain dan tidak selalu min ta dilayani. Pendidikan
kemandirian ini sekaligus meneguhkan pentingnya model kepemimpinan
dedikatif. “Sayyidul qaumi khadimuhum”(sebaik-baik pemimpin adalah yang
mau melayani rakyatnya).
Kedua, spiritualisasi orientasi hidup jauh lebih penting da ripada
terjebak dalam ‘kenikmatan duniawi’ sesaat yang menipu dan menyesatkan.
Bagi seorang putri Rasul, membiasakan zikir dan wirid selepas shalat itu
jauh lebih baik daripa da memiliki seorang pelayan. Tidakkah pada era
sekarang banyak orang tua salah orientasi dalam mendidik dan membesarkan
anak-anak mereka dengan menyerahkan pengasuhannya kepada pembantu?
Berzikir kepada Allah setelah shalat merupakan bentuk pelayanan diri
sendiri yang terbaik karena dapat membebaskan diri dari segala bentuk
keluh kesah dan masalah.
Ketiga, menentukan skala prioritas. Rasul tahu persis apa yang
menjadi kebutuhan putrinya maupun umatnya. Rasul menolak permintaan
putrinya karena di Masjid Nabawi masih banyak hamba-hamba Allah yang
kelaparan. Mereka lebih membutuhkan uluran tangan.
Kebijakan Rasul ini mempertegas komitmen seorang pemimpin untuk
memahami realitas yang dihadapi rakyatnya dan bukan mengutamakan
pribadinya. Pemimpin yang memiliki sense of crisis, kepedulian sosial, dan tidak mengedepankan pencitraan inilah yang harus diteladankan pada umatnya. Wallahu a’lam.
Sumber: Republika.co.id
TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN SAUDARA
Judul: MENJADI PELAYAN SEJATI
Ditulis oleh Investasi
Rating Blog 5 dari 5
Semoga artikel ini bermanfaat bagi saudara. Jika ingin mengutip, baik itu sebagian atau keseluruhan dari isi artikel ini harap menyertakan link dofollow ke https://investasiakhiratku.blogspot.com/2017/02/menjadi-pelayan-sejati.html. Terima kasih sudah singgah membaca artikel ini.Ditulis oleh Investasi
Rating Blog 5 dari 5