SEJARAH QURBAN : KISAH KESABARAN NABI ISMAIL DAN KETAATAN NABI IBRAHIM
Tuesday, 19 July 2016
0
komentar
Pada suatu hari, Nabi Ibrahim AS menyembelih kurban fisabilillah
berupa 1.000 ekor domba, 300 ekor sapi, dan 100 ekor unta. Banyak orang
mengaguminya, bahkan para malaikat pun terkagum-kagum atas kurbannya.
“Kurban sejumlah itu bagiku belum apa-apa. Demi Allah! Seandainya aku
memiliki anak lelaki, pasti akan aku sembelih karena Allah dan aku
kurbankan kepada-Nya,” kata Nabi Ibrahim AS, sebagai ungkapan karena
Sarah, istri Nabi Ibrahim belum juga mengandung.
Kemudian Sarah
menyarankan Ibrahim agar menikahi Hajar, budaknya yang negro, yang
diperoleh dari Mesir. Ketika berada di daerah Baitul Maqdis, beliau
berdoa kepada Allah SWT agar dikaruniai seorang anak, dan doa beliau
dikabulkan Allah SWT. Ada yang mengatakan saat itu usia Ibrahim mencapai
99 tahun. Dan karena demikian lamanya maka anak itu diberi nama
Isma'il, artinya "Allah telah mendengar". Sebagai ungkapan kegembiraan
karena akhirnya memiliki putra, seolah Ibrahim berseru: "Allah mendengar
doaku".
Ketika usia Ismail menginjak kira-kira 7 tahun (ada pula
yang berpendapat 13 tahun), pada malam tarwiyah, hari ke-8 di bulan
Dzulhijjah, Nabi Ibrahim AS bermimpi ada seruan, “Hai Ibrahim! Penuhilah
nazarmu (janjimu).”
Pagi harinya, beliau pun berpikir dan
merenungkan arti mimpinya semalam. Apakah mimpi itu dari Allah SWT atau
dari setan? Dari sinilah kemudian tanggal 8 Dzulhijah disebut sebagai
hari tarwiyah (artinya, berpikir/merenung).
Pada malam ke-9 di
bulan Dzulhijjah, beliau bermimpi sama dengan sebelumnya. Pagi harinya,
beliau tahu dengan yakin mimpinya itu berasal dari Allah SWT. Dari
sinilah hari ke-9 Dzulhijjah disebut dengan hari ‘Arafah (artinya
mengetahui), dan bertepatan pula waktu itu beliau sedang berada di tanah
Arafah.
Malam berikutnya lagi, beliau mimpi lagi dengan mimpi
yang serupa. Maka, keesokan harinya, beliau bertekad untuk melaksanakan
nazarnya (janjinya) itu. Karena itulah, hari itu disebut denga hari
menyembelih kurban (yaumun nahr). Dalam riwayat lain dijelaskan, ketika
Nabi Ibrahim AS bermimpi untuk yang pertama kalinya, maka beliau memilih
domba-domba gemuk, sejumlah 100 ekor untuk disembelih sebagai kurban.
Tiba-tiba api datang menyantapnya. Beliau mengira bahwa perintah dalam
mimpi sudah terpenuhi. Untuk mimpi yang kedua kalinya, beliau memilih
unta-unta gemuk sejumlah 100 ekor untuk disembelih sebagai kurban.
Tiba-tiba api datang menyantapnya, dan beliau mengira perintah dalam
mimpinya itu telah terpenuhi.
Pada mimpi untuk ketiga kalinya,
seolah-olah ada yang menyeru, “Sesungguhnya Allah SWT memerintahkanmu
agar menyembelih putramu, Ismail.” Beliau terbangun seketika, langsung
memeluk Ismail dan menangis hingga waktu Shubuh tiba. Untuk melaksanakan
perintah Allah SWT tersebut, beliau menemui istrinya terlebih dahulu,
Hajar (ibu Ismail). Beliau berkata, “Dandanilah putramu dengan pakaian
yang paling bagus, sebab ia akan kuajak untuk bertamu kepada Allah.”
Hajar pun segera mendandani Ismail dengan pakaian paling bagus serta
meminyaki dan menyisir rambutnya.
Kemudian beliau bersama
putranya berangkat menuju ke suatu lembah di daerah Mina dengan membawa
tali dan sebilah pedang. Pada saat itu, Iblis terkutuk sangat luar biasa
sibuknya dan belum pernah sesibuk itu. Mondar-mandir ke sana ke mari.
Ismail yang melihatnya segera mendekati ayahnya.
“Hai Ibrahim! Tidakkah kau perhatikan anakmu yang tampan dan lucu itu?” seru Iblis.
“Benar, namun aku diperintahkan untuk itu (menyembelihnya),” jawab Nabi Ibrahim AS.
Setelah gagal membujuk ayahnya, Iblsi pun datang menemui ibunya, Hajar.
“Mengapa kau hanya duduk-duduk tenang saja, padahal suamimu membawa
anakmu untuk disembelih?” goda Iblis.
“Kau jangan berdusta padaku, mana mungkin seorang ayah membunuh anaknya?” jawab Hajar.
“Mengapa ia membawa tali dan sebilah pedang, kalau bukan untuk menyembelih putranya?” rayu Iblis lagi.
“Untuk apa seorang ayah membunuh anaknya?” jawab Hajar balik bertanya.
“Ia menyangka bahwa Allah memerintahkannya untuk itu”, goda Iblis meyakinkannya.
“Seorang Nabi tidak akan ditugasi untuk berbuat kebatilan. Seandainya
itu benar, nyawaku sendiri pun siap dikorbankan demi tugasnya yang mulia
itu, apalagi hanya dengan mengurbankan nyawa anaku, hal itu belum
berarti apa-apa!” jawab Hajar dengan mantap.
Iblis gagal untuk
kedua kalinya, namun ia tetap berusaha untuk menggagalkan upaya
penyembelihan Ismail itu. Maka, ia pun menghampiri Ismail seraya
membujuknya, “Hai Isma’il! Mengapa kau hanya bermain-main dan
bersenang-senang saja, padahal ayahmu mengajakmu ketempat ini hanya untk
menyembelihmu. Lihat, ia membawa tali dan sebilah pedang,”
“Kau
dusta, memangnya kenapa ayah harus menyembelih diriku?” jawab Ismail
dengan heran. “Ayahmu menyangka bahwa Allah memerintahkannya untuk itu”
kata Iblis meyakinkannya.
“Demi perintah Allah! Aku siap mendengar, patuh, dan melaksanakan dengan sepenuh jiwa ragaku,” jawab Ismail dengan mantap.
Ketika Iblis hendak merayu dan menggodanya dengan kata-kata lain,
mendadak Ismail memungut sejumlah kerikil ditanah, dan langsung
melemparkannya ke arah Iblis hingga butalah matanya sebelah kiri. Maka,
Iblis pun pergi dengan tangan hampa. Dari sinilah kemudian dikenal
dengan kewajiban untuk melempar kerikil (jumrah) dalam ritual ibadah
haji.
Sesampainya di Mina, Nabi Ibrahim AS berterus terang kepada
putranya, “Wahai anakku! Sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku
menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu?…” (QS. Ash-Shâffât,
[37]: 102).
“Ia (Ismail) menjawab, ‘Hai bapakku! Kerjakanlah apa
yang diperintahkan kepadamu, Insya Allah! Kamu mendapatiku termasuk
orang-orang yang sabar” (QS. Ash-Shâffât, [37]: 102).
Mendengar jawaban putranya, legalah Nabi Ibrahim AS dan langsung ber-tahmid (mengucapkan Alhamdulillâh) sebanyak-banyaknya.
Untuk melaksanakan tugas ayahnya itu Ismail berpesan kepada ayahnya,
“Wahai ayahanda! Ikatlah tanganku agar aku tidak bergerak-gerak sehingga
merepotkan. Telungkupkanlah wajahku agar tidak terlihat oleh ayah,
sehingga tidak timbul rasa iba. Singsingkanlah lengan baju ayah agar
tidak terkena percikan darah sedikitpun sehingga bisa mengurangi
pahalaku, dan jika ibu melihatnya tentu akan turut berduka.”
“Tajamkanlah pedang dan goreskan segera dileherku ini agar lebih mudah
dan cepat proses mautnya. Lalu bawalah pulang bajuku dan serahkan kepada
agar ibu agar menjadi kenangan baginya, serta sampaikan pula salamku
kepadanya dengan berkata, ‘Wahai ibu! Bersabarlah dalam melaksanakan
perintah Allah.’ Terakhir, janganlah ayah mengajak anak-anak lain ke
rumah ibu sehingga ibu sehingga semakin menambah belasungkawa padaku,
dan ketika ayah melihat anak lain yang sebaya denganku, janganlah
dipandang seksama sehingga menimbulkan rasa sedih di hati ayah,” sambung
Isma'il.
Setelah mendengar pesan-pesan putranya itu, Nabi
Ibrahim AS menjawab, “Sebaik-baik kawan dalam melaksanakan perintah
Allah SWT adalah kau, wahai putraku tercinta!”
Kemudian Nabi
Ibrahim as menggoreskan pedangnya sekuat tenaga ke bagian leher putranya
yang telah diikat tangan dan kakinya, namun beliau tak mampu
menggoresnya.
Ismail berkata, “Wahai ayahanda! Lepaskan tali
pengikat tangan dan kakiku ini agar aku tidak dinilai terpaksa dalam
menjalankan perintah-Nya. Goreskan lagi ke leherku agar para malaikat
megetahui bahwa diriku taat kepada Allah SWT dalam menjalan perintah
semata-mata karena-Nya.”
Nabi Ibrahim as melepaskan ikatan tangan
dan kaki putranya, lalu beliau hadapkan wajah anaknya ke bumi dan
langsung menggoreskan pedangnya ke leher putranya dengan sekuat
tenaganya, namun beliau masih juga tak mampu melakukannya karena
pedangnya selalu terpental. Tak puas dengan kemampuanya, beliau
menghujamkan pedangnya kearah sebuah batu, dan batu itu pun terbelah
menjadi dua bagian. “Hai pedang! Kau dapat membelah batu, tapi mengapa
kau tak mampu menembus daging?” gerutu beliau.
Atas izin Allah
SWT, pedang menjawab, “Hai Ibrahim! Kau menghendaki untuk menyembelih,
sedangkan Allah penguasa semesta alam berfirman, ‘jangan disembelih’.
Jika begitu, kenapa aku harus menentang perintah Allah?”
Allah
SWT berfirman, “Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata
(bagimu). Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.”
(QS. Ash-Shâffât, [37]: 106)
Menurut satu riwayat, bahwa Ismail
diganti dengan seekor domba kibas yang dulu pernah dikurbankan oleh
Habil dan selama itu domba itu hidup di surga. Malaikat Jibril datang
membawa domba kibas itu dan ia masih sempat melihat Nabi Ibrahim AS
menggoreskan pedangnya ke leher putranya. Dan pada saat itu juga semesta
alam beserta seluruh isinya ber-takbir (Allâhu Akbar) mengagungkan
kebesaran Allah SWT atas kesabaran kedua umat-Nya dalam menjalankan
perintahnya. Melihat itu, malaikai Jibril terkagum-kagum lantas
mengagungkan asma Allah, “Allâhu Akbar, Allâhu Akbar, Allâhu Akbar”.
Nabi Ibrahim AS menyahut, “Lâ Ilâha Illallâhu wallâhu Akbar”. Ismail
mengikutinya, “Allâhu Akbar wa lillâhil hamd”. Kemudian bacaan-bacaan
tersebut dibaca pada setiap hari raya kurban (Idul Adha).
sumber : https://www.facebook.com/rumahzakatfans/posts/1430945333588610:0
Ayo Berqurban Dengan Yang Super
TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN SAUDARA
Judul: SEJARAH QURBAN : KISAH KESABARAN NABI ISMAIL DAN KETAATAN NABI IBRAHIM
Ditulis oleh Investasi
Rating Blog 5 dari 5
Semoga artikel ini bermanfaat bagi saudara. Jika ingin mengutip, baik itu sebagian atau keseluruhan dari isi artikel ini harap menyertakan link dofollow ke https://investasiakhiratku.blogspot.com/2016/07/sejarah-qurban-kisah-kesabaran-nabi.html. Terima kasih sudah singgah membaca artikel ini.Ditulis oleh Investasi
Rating Blog 5 dari 5