Mengoptimalkan Idul Ahda

Posted by Investasi Saturday 12 October 2013 0 komentar
Oleh: Nashih Nashrullah 

Selain ibadah sunah berupa menyembelih hewan kurban, ada beberapa amalan berharga yang sayang dilewatkan sebelum atau saat kedatangan Idul Adha.

Dr Abdurrahman bin Shalih bin Muhammad al-Ghafili dalam Hukm Shiyam Asyr Dzilhijjah menjelaskan, pada sembilan hari pertama Dzulhijah Rasulullah SAW menganjurkan agar meningkatkan amal ibadah. Tak terkecuali berpuasa. Terutama, berpuasa pada hari Tarwiyah dan Arafah. 

Para ulama sepakat, puasa Tarwiyah hukumnya sunah. Bahkan, sangat dianjurkan berpuasa sejak hari pertama Dzulhijah hingga Hari Arafah, tepatnya 9 Dzulhijah. Istilah puasa tersebut dikenal dengan sebutan asyr Dzilhijjah. Kesembilan hari tersebut sangatlah istimewa.

Ibnu Hajar al-Asqalani menganalisis keutamaan rentetan hari pada separuh pertama Dzulhijah didasari satu fakta yang sangat menarik, yaitu sejumlah ibadah yang pokok berkumpul menjadi satu di hari tersebut seperti shalat, sedekah, dan manasik haji. “Keistimewaan itu tak ada di hari lain,” kata tokoh bermazhab Syafi'i tersebut.

Sebagaimana Idul Fitri, ada beberapa perkara yang kerap dilakukan Rasulullah SAW untuk menyambut Idul Adha. Terutama untuk menyemarakkan shalat Id pada pagi hari. Apa saja yang penting diperhatikan sejenak sebelum atau sesudah Id digelar?

Syekh Muhammad Shalih Al Munjid dalam bukunya berjudul Al Id Adabuhu wa Ahkamuhu memaparkan beberapa panduan yang penting diketahui.

Perkara pertama yang ia garis bawahi ialah perihal hukum berpuasa pada Idul Adha dan tiga hari selama hari Tasyrik (11, 12, dan 13 Dzulhijah).

Menurutnya, puasa pada hari tersebut tidak diperbolehkan bagi mereka yang tidak sedang bermanasik haji. Larangan ini merujuk pada hadis riwayat Bukhari dan Muslim dari Abu Said Al Khudri.

Syekh Shalih juga menjelaskan hukum pelaksanaan shalat Idul Adha. Hendaknya, segenap Muslim menunaikan shalat tersebut.

Bagi mereka yang berhalangan, seperti menstruasi pada perempuan, dianjurkan agar tetap datang meramaikannya. Sekalipun cuma hadir di sekitar masjid. Ini lantaran syiar di balik shalat itu sangat besar. Karenanya, sebagian ulama berpendapat hukum shalat ini wajib.

Ini seperti dikatakan oleh mazhab Hanafi. Sedangkan, Hanbali menganggapnya fardhu kifayah. Di kalangan mazhab Syafi'i dan Maliki, hukumnya sunah muakad.

Syekh Shalih lantas mengemukakan beberapa perkara sunah yang dianjurkan sebelum melaksanakan shalat Id. Di antaranya, kebiasaan yang kerap dilakukan para sahabat sebelum berangkat shalat ialah membersihkan diri dengan mandi.

Ini seperti yang dinukilkan dari Al Muwatha. Abdullah bin Umar selalu menyempatkan mandi sebelum berangkat ke masjid pada hari raya.

Menurut Imam Nawawi, para ulama bersepakat soal sunah mandi sebelum shalat Id. Bila saat hendak menunaikan shalat Jumat saja dianjurkan mandi, tingkat kesunahan mandi pada hari raya jauh lebih besar.

Aktivitas sunah lain yang dianjurkan ialah mengonsumsi makanan sebelum berangkat shalat. Anas bin Malik RA berkisah tentang kebiasaan Rasululullah memakan beberapa butir kurma saat hendak keluar rumah menuju masjid. 

Ibnu Hajar menganalisis, tindakan ini dilakukan untuk mengantisipasi kelebihan puasa di hari itu. Entah karena sebab lupa atau faktor lainnya.

Bagi mereka yang tidak mendapatkan kurma, bisa menggantinya dengan alternatif menu makanan ringan lain. Tetapi, khusus Idul Adha, bagi yang berkurban maka hendaknya tidak makan apa pun sampai selesai shalat. Bagi mereka yang tidak berkurban, dipersilakan makan sebelum shalat.

Tak lupa ialah mengumandangkan takbir sejak malam sebelum shalat dilaksanakan, hingga shalat selesai dikerjakan. Hal ini merupakan tradisi yang tak pernah dilupakan para sahabat.

Abdullah bin Umar contohnya. Ia bertakbir sejak malam hingga imam usai memimpin shalat Id. Khusus Idul Adha, waktu takbir lebih lama dibanding Idul Fitri, yakni hingga terbenamnya matahari pada hari terakhir Tasyrik.

Adab berikutnya ialah berhias diri secukupnya. Menggunakan pakaian yang laik, memakai wangi-wangian, dan tampil menarik.

Jabir bin Abdullah bertutur, Rasulullah sengaja menyimpan dua potong baju yang khusus dikenakan pada hari raya. Hal ini mengilhami para sahabat. Abdullah bin Umar, tiap kali Lebaran tiba, mengenakan busana yang paling bagus.

Syekh Shalih juga menyebut aktivitas berpahala menyambut Idul Adha ialah saling berbagi ucapan dan doa. Diriwayatkan dari Jabir bin Nufair, para sahabat menggunakan momentum Idul Adha untuk saling menyampaikan selamat.

Khutbah    
Shalih menekankan pula pentingnya mendengarkan pesan-pesan kebajikan dalam khutbah Idul Adha. Mayoritas ulama berpandangan hukumnya sunah. Tidak wajib mendengarkannya. Ini merujuk pada hadis riwayat Abdullah bin as-Saib.

Imam Syafii menambahkan mendengarkan khutbah tidak termasuk syarat sah shalat Id. Tetapi,  ia berpendapat bila yang bersangkutan memilih beranjak pergi dan menghiraukan khutbah, hukumnya makruh. Kendati ia tidak wajib mengulangnya.    

sumber : www.repunlika.co.id
TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN SAUDARA
Judul: Mengoptimalkan Idul Ahda
Ditulis oleh Investasi
Rating Blog 5 dari 5
Semoga artikel ini bermanfaat bagi saudara. Jika ingin mengutip, baik itu sebagian atau keseluruhan dari isi artikel ini harap menyertakan link dofollow ke https://investasiakhiratku.blogspot.com/2013/10/mengoptimalkan-idul-ahda.html. Terima kasih sudah singgah membaca artikel ini.
Anda Ingin Tampil Gaya / Beda? (Klik Disini) => Jaket Kulit Asli Pria dan Wanita - M u r a h By: TV | INVESTASI AKHIRATKU.